Tugas kantor memanggil saya untuk datang ke Rumbai. Tiket dan akomodasi sudah diurus oleh mbak Vonny sang sekertaris. Jadwal meeting sudah di atur. Materi meeting? “hmmm itu semua sudah ada di sini” kata saya sambil menunjuk kepala saya sendiri hahahaha
Buat saya dan mbak Fifi, yang lebih penting untuk diatur sekarang adalah rencana makan-makan. Jangan sampai acara kerja mengganggu jadwal makan-makan. Setuju?
Yang terlintas pertama kali sewaktu saya diminta ke Rumbai adalah makan siang di warung Cuik. Warung ini terletak di Bom Lama, Rumbai, dekat kantor Traffic Caltex lama. Dulu, saya bingung… apa yang orang cari dari warung ini? Warung yang mmm not so hygienic, ramai dan selalu penuh dengan pengunjung yang menunggu tempat kosong, serta pemilik warung yang bernama Cuik yang seingat saya tidak pernah pakai alas kaki.
Warung ini ngangeni… jalan menuju warung yang becek dan kadang bikin slip roda mobil.. itik-itik berkeliaran, jembatan kecil yang harus dititi untuk sampai ke warung, kolam ikan patin di depan warung, dan bangku serta meja kayu sederhana di dalam warung.
Aroma asap menyambut kedatangan saya, membuat saya jadi penasaran ingin melongok lagi dapur Cuik. Apakah sudah berubah atau masih seperti kunjungan terakhir saya ke sana?
Dapurnya masih tetap tradisional, dengan dua tungku api, dan 2 wajan besar di atasnya. Kalau beruntung, kita bisa lihat gulai ikan baung menggelegak dalam wajan dan ayam goreng di wajan satunya.
Masakan khas dari warung ini berupa gulai baung, baung salai balado, udang goreng, ikan pantau goreng, dan ayam kampung goreng. Tidak lupa rebusan daun singkong, sambal lado mudo, dan emping goreng disiram kuah gulai sebagai pelengkap.
Ikan baung merupakan ikan air tawar, menyerupai lele tapi beda dari ikan patin. Nah lho? Bingung
Menurut beberapa kawan, gulai baung adalah juara di warung ini. Kuah gulai yang kental, asam kandis dan tomat hijau yang banyak untuk membantu menetralisir bau anyir ikan, kembang bawang yang manis, dan ikan baung yang gemuk padat dagingnya tapi tipis lemaknya. Lidah saya sendiri lebih cocok dengan gulai baung di kampung Sidingingan, yang baungnya asli tangkapan sungai Rokan. Daging ikannya lebih ‘manis’ dengan bumbu yang meresap sampai daging bagian dalam.
Baung salainya? Mmmm… enak! Ikan baung yang diasap, bagian luar yang kering kehitaman dan aroma asapnya masuk sampai ke dagingnya. Bikin seorang kawan di
Ikan pantau goreng selalu jadi rebutan. Tidak hanya enak untuk lauk teman makan nasi, tapi juga enak untuk dicemil sambil menunggu hidangan berikutnya. Rasanya gurih, renyah dan awet kering. Bentuknya seperti wader atau ikan bilih, dengan ukuran yang lebih kecil.
Cuik tak segan menolak permintaan tambah lauk dari pengunjung. Jadi, supaya bisa makan dengan nikmat di warung ini, perlu pesan sebelumnya. Ini serius! Karena kalau tidak, besar kemungkinan kita akan kecewa kalau datang setelah jam 11:30 siang. Selamat makan, semuanya!
Foto si Cuik ini saya ambil dari sini